Ritel Tradisional versus ritel Modern


RITEL TRADISIONAL VS RITEL MODERN

 

LATAR BELAKANG

Bisnis ritel telah menjadi bisnis global dan Indonesia tidak terhindarkan dari serbuan ritel asing. Dengan kekuatan yang besar dari segi keuangan, manajemen, maupun jaringannya ritel modern raksasa masuk ke Indonesia.  Maka terjadi  perubahan peta bisnis yang cukup signifikan dalam lima  terakhir akibat jatuh bangunnya bisnis ritel. Serbuan ritel modern di Indonesia bukan kali ini terjadi, setiap dekade muncul format baru ritel modern yang menggeser ritel tradisional.

 

Pembangunan ritel modern yang semakin banyak seperti hypermarket dan supermarket telah membuat operasi ritel tradisional semakin sedikit di kawasan perkotaan, karena ritel modern menggunakan konsep penjualan produk yang lebih lengkap dan dikelola secara lebih profesional.

Jumlah pendapatan terbesar  merupakan konstribusi dari hypermarket, kemudian oleh minimarket dan supermarket. Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel modern cukup pesat, hal ini didukung oleh pertumbuhan jumlah ritel yang pesat yaitu mencapai 18.152 gerai pada tahun 2011, atau 10-15% pertahun. Pertumbuhan ritel pada tahun 2011 mencapi Rp 110 triliun.

 

Kemunculan ritel modern di Indonesia berawal dari pusat perbelanjaan modern Sarinah di Jakarta pada tahun 1966 dan selanjutnya diikuti pasar-pasar modern lain (1973 dimulai dari Sarinah Jaya, Gelael dan Hero; 1996 munculnya hypermarket Alfa, Super, Goro dan Makro; 1997 dimulai peritel asing besar seperti Carrefour dan Continent; 1998 munculnya minimarket secara besar-besaran oleh Alfamart dan Indomaret; 2000-an liberalisasi perdagangan besar kepada pemodal asing), serta melibatkan pihak swasta lokal maupun asing. Pesatnya perkembangan pasar yang bermodal kuat dan dikuasai oleh satu manajemen tersebut dipicu oleh kebijakan pemerintah untuk memperkuat kebijakan penanaman modal asing.

 

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir bisnis ritel modern dengan format hypermarket, supermarket dan minimarket semakin banyak, didukung oleh pembangunan mall atau pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Peritel besar seperti hypermarket dan department store menjadi daya tarik  yang dapat menarik minat pengunjung. Bisnis ritel kini sudah mulai merambah ke kota-kota kabupaten terutama jenis supermarket dan minimarket karena lokasi pemukiman banyakdi sekitar daerah tersebut.

Menurut survei AC Nielsen pada tahun 2004 didapatkan data bahwa pertumbuhan ritel modern 31,4% dan ritel tradisional bahkan minus 8,1%. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang dihadapi ritel tradisional sebagai wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi skala menengah kecil.

 

Perilaku konsumen yang semakin demanding, tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan semakin meningkat, jam operasi yang terbatas dan lokasi tempat ritel tradisional yang kurang strategis adalah salah satu penyebab pasar tradisional mulai kehilangan tempat di kota-kota besar di Indonesia. Perubahan perilaku konsumen tersebut menyebabkan mereka beralih ke ritel modern. Ritel modern dikemas dalam tata ruang yang apik, terang, lapang dan sejuk. Pengalaman belanja tidak lagi disuguhi dengan suasaana yang kotor, panas, sumpek, dan becek. Ritel tradisional beroprasi dalam jam yang terbatas, umumnya hanya beroprasi pada pagi hari dan tidak buka sampai sore atau malam hari.

 

 

SOLUSI

 

Untuk mempertahankan eksistensi dan meningkatkan potensi pasar tradisional sebagai penggerak ekonomi rakyat kecil, diperlukan sebuah model pengembangan pasar tradisional, dimana pemerintah berperan sebagai pengatur alokasi peran para stakeholders dan penyusun regulasi. Regulasi mengenai pasar tradisional dan pasar modern harus mengatur tentang pembagian zona usaha, jam buka, harga barang, dan jenis retailer. Strategi yang dapat digunakan untuk mengatur harga barang yaitu dengan melakukan pembedaan produk dan harga, serta melalui peraturan perpajakan dan pengelolaan retribusi yang efisien.

 

Untuk menciptakan kondisi lingkungan pasar tradisional yang lebih baik dan lebih nyaman, kebijakan-kebijakan yang akan membantu meningkatkan daya saing pasar tradisional harus diciptakan dan dilaksanakan, dengan upaya-upaya :

  1. Memperbaiki infrastruktur. Hal ini mencakup jaminan tingkat kesehatan dan kebersihan yang layak, penerangan yang cukup, dan lingkungan keseluruhan yang nyaman. Contohnya, konstruksi bangunan pasar berlantai dua tidak disukai dikalangan pedagang karena para pelanggan enggan untuk naik dan berbelanja di lantai dua. Untuk itu, Pemerintah Daerah dan pengelola pasar tradisional swasta harus melihat pasar tradisional bukan hanya sekadar sebagai sumber pendapatan.
  2. Melakukan investasi dalam pengembangan pasar tradisional dan menetapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Hal ini mensyaratkan pengangkatan orang-orang berkualitas sebagai pengelola pasar dan memberikan mereka wewenang yang cukup untuk mengambil keputusan sehingga mereka tidak hanya bertindak sebagai pengumpul retribusi semata.
  3. Peningkatan kinerja pengelola pasar dengan menyediakan pelatihan atau evaluasi berkala. Selanjutnya, pengelola pasar harus secara konsisten berkoordinasi dengan para pedagang untuk mendapatkan pengelolaan pasar yang lebih baik. Kerjasama antar Pemda dan sektor swasta dapat menjadi contoh solusi untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional (semeru.co.id, 2007).
  4. Pedagang tradisional yang selalu dihadapkan pada masalah permodalan dan jaminan/asuransi atas barang dagangannya. Oleh sebab itu, sudah saatnya Pemda dan lembaga keuangan setempat memperhatikan hal ini. Strategi pengadaan barang yang kerap menjadi strategi utama pedagang tradisional adalah membeli barang dagangan dalam bentuk tunai dengan menggunakan dana pribadinya. Kondisi ini berdampak negatif terhadap usaha. Mereka menjadi sangat rentan terhadap kerugian yang disebabkan oleh rusaknya barang dagangan dan fluktuasi harga yang tidak menentu.

 

KEISMPULAN

 

Tahapan yang diperlukan oleh pasar tradisional untuk meningkatkan daya saing usahanya maupun bertahan (menghindar dari kematian) dalam kompetisi bisnis ritel yaitu:

  1. Memunculkan kegiatan ekonomi yang dapat menyerap kesempatan kerja dan pengembangan wilayah
  2. Operator pasar yang mempunyai kemampuan kreativitas, daya tanggap, kelincahan dapat menghasilkan kapasitas, fleksibilitas dan keragaman yang luas agar dapat tetap mempertahankan cita rasa khas pasar tradisional.
  3. Menjadi pasar tempat belanja yang nyaman dan dapat didatangi oleh semua lapisan masyarakat.
  4. Membangun pasar tradisional pada tempat-tempat khusus yang nyaman dan terintegrasi dengan melibatkan pengembang sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaannya.

 

 

 

 

 

 

 


Leave a Reply